OTOMIKOSIS
I. PENDAHULUAN
Fungi, ( bahasa latin
dari jamur ), adalah organism eukariotik, pembawa spora, hanya sedikit
mengandung klorofil, dan bereproduksi baik secara seksual maupun aseksual.1
Otomikosis atau
Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur ( fungal otitis externa )
digambarkan sebagai infeksi akut, subakut maupun kronik oleh jamur yang
menginfeksi epitel skuamosa pada kanalis auditorius eksternus dengan komplikasi
yang jarang melibatkan telinga tengah. Walaupun sangat jarang mengancam jiwa, proses
penyakit ini sering menyebabkan keputus-asaan baik pada pasien maupun ahli
telinga hidung tenggorok karena lamanya waktu yang diperlukan dalam pengobatan
dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinya yang begitu tinggi.2
Otomikosis adalah
suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh belahan dunia. Frekuensinya
bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik, faktor lingkungan, dan
juga waktu. 3
Otomikosis adalah
satu dari gejala umum yang sering dijumpai pada klinik-klinik THT dan
prevalensinya mencapai 9 % dari keseluruhan pasien yang menunjukkan gejala dan
tanda otitis eksterna. Walaupun terdapat perdebatan pendapat bahwa jamur
sebagai penyebab infeksi, melawan pendapat lain yang menyatakan adanya koloni
berbagai macam spesies sebagai respon host yang immunocompromise
terhadap infeksi bakteri, kebanyakan studi laboratorium dan pengamatan secara
klinis mendukung otomikosis sebagai penyebab patologis yang sebenarnya, dengan Candida
dan Aspergillus sebagai spesies jamur yang terbanyak diperoleh dari
isolatnya.2
Banyak faktor yang
dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya otomikosis, termasuk cuaca yang
lembab, adanya serumen, instrumentasi pada telinga, status pasien yang immunocompromised
, dan peningkatan pemakaian preparat steroid dan antibiotik topikal.
Pengobatan yang direkomendasikan meliputi debridement lokal, penghentian
pemakaian antibiotik topikal dan anti jamur lokal atau sistemik. Berikut ini
akan dibahas tentang anatomi telinga itu sendiri, karakteristik, gejala klinis,
faktor-faktor predisposisi, dan komplikasi dari otomikosis, sehingga kita dapat
mendiagnosa dan memberi pengobatan secara cepat dan tepat.2
II. ANATOMI
DAN FISIOLOGI TELINGA
Telinga dibagi atas telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam.4
II.1 TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga
sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan
kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dan tangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang,
dengan panjang 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen ( modifikasi kelenjar keringat ) dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua
pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen memiliki
sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant terhadap serangga.4
Serumen terdiri dari lemak ( 46-73 % ), protein, asam amino,
ion-ion mineral, dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan dan asam
lemak tak jenuh rantai ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah
rapuh sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi
hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable,
kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel.
Otomikosis
sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga
bagian luar, yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen.3
II.2 TELINGA TENGAH
Telinga tengah
berbentuk kubus dengan :
- batas
luar : membran timpani
- batas
depan : tuba eustachius
- batas
bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
- batas
belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
- batas
atas : tegmen timpani ( meningen/otak )
- batas
dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis,
kanalis fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap bundar ( round
window ) dan promontorium.4
Membrana timpani
berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida ( membran
sharpnell ), sedangkan bagian bawah pars tensa ( membran propria ). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah, yaitu lapisan
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran
didalam telinga saling berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk
dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga
tengah.4
II.3 TELINGA DALAM
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang
berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.4
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea, tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah,
dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli ( Reissner’s membrane
), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak Organ of corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah
yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang
terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang
membentuk Organ of Corti.4
Telinga berfungsi sebagai indra
pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah sebagai berikut : Proses
mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan
ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut , sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam
sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke
korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.4
III. DEFINISI
Otomikosis ( dikenal juga dengan Singapore Ear ),
adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang
superficial pada kanalis auditorius eksternus.6
Otomikosis ini sering dijumpai pada
daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut dan subakut, dan khas
dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini
menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya
penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri.6,7
IV. EPIDEMIOLOGI
Angka insidensi otomikosis tidak
diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengan cuaca yang panas, juga pada
orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1 dari 8 kasus infesi telinga
luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh Aspergillus
spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka prevalensi Otomikosis
ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami gejala dan tanda
otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah dengan cuaca
panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari negara tropis
dan subtropis. Di United Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna yang
disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.8
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis dijumpai lebih banyak pada wanita ( terutama
ibu rumah tangga ) daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan
jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering
pada remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti
lainnya.9
Tetapi berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8 %nya merupakan lelaki,
sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.3
V. ETIOLOGI
Faktor predisposisi terjadinya otitis
eksterna, dalam hal ini otomikosis, meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang
tinggi, peningkatan temperature, dan trauma lokal, yang biasanya sering
disebabkan oleh kapas telinga ( cotton buds ) dan alat bantu dengar.
Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya berenang dan berselancar
sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang dengan air yang
menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius eksternus. Bisa
juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga. Predisposisi yang
lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan asthma.8
Infeksi ini disebabkan oleh beberapa
spesies dari jamur yang bersifat saprofit, terutama Aspergillus niger.
Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus, Allescheria boydii,
Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp.
Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi
tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang diterapi dengan
kortikosteroid dan berenang.9,10
Banyak faktor yang menjadi penyebab
perubahan jamur saprofit ini mejadi jamur yang patogenik, tetapi bagaimana
mekanismenya sampai sekarang belum dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah ini
dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan
kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif dari serumen, faktor sistemik (
seperti gangguan imun tubuh, kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia
), faktor lingkungan ( panas, kelembaban ), riwayat otomikosis sebelumnya,
Otitis media sekretorik kronik, post mastoidektomi, atau penggunaan substansi
seperti antibiotika spectrum luas pada telinga.3
Aspergillus niger dilaporkan sebagai
penyebab paling terbanyak dari otomikosis ini. Pada dua penelitian di Babol dan
barat laut Iran, A.niger dilaporkan sebagai penyebab utama. Ozcan dkk,
dan Hurst melaporkan A.niger , juga sebagai penyebab terbanyak
otomikosis di Turki dan Australia. Tetapi, Kaur, dkk, menemukan bahwa A.fumigatus
sebagai penyebab terbanyak diikuti dengan A.niger. Spesies Aspergillus
lainnya yang dihubungkan dengan otomikosis adalah A.flavus. Penicillum
juga dilaporkan oleh Pavalenko. Jamur lainnya yang berhubungan dengan
terjadinya otomikosis adalah C.albicans dan C. parapsilosis. Pada
penelitian yang dilakukan Ali Zarei di Pakistan Tahun 2006, dijumpai A.niger
sebagai penyebab utama diikuti dengan A.flavus.9,10
Aspergillus
niger, juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada
pasien immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi
yang telah diberikan. ( aspergillus otomikosis ).11
![](file:///C:/DOCUME%7E1/POLIKL%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
VI. GEJALA
KLINIS
Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala
otitis eksterna pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang
paling banyak dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa
penuh pada telinga dan gatal.2
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al
pada tahun 2006, yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing-
masing gejala otomikosis sebagai berikut :
Simptom
|
Jumlah Pasien ( n )
|
Persentase ( % )
|
Otalgia
Otorrhea
Kehilangan pendengaran
Rasa penuh pada telinga
Gatal
Tinnitus
|
63
63
59
44
20
5
|
48
48
45
33
23
4
|
gbr.6. tabel presentase masing-masing
gejala otomikosis
( Tang Ho, et al, 2006)2
Pada liang telinga akan tampak berwarna
merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas
sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Tempat yang
terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai kedalam,
sampai ke membran timpani, maka akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.12
Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai
otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan
hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit, hilangnya
pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan
granulasi diantara kanalis eksterna atau pada membran timpani.8
![](file:///C:/DOCUME%7E1/POLIKL%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/POLIKL%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/POLIKL%7E1/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
VII.
DIAGNOSA
Diagnosa didasarkan pada :
a. Anamnesis.
Adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya
secret yang keluar dari telinga. Yang paling penting adalah kecenderungan
beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan
sebagainya.12
b. Gejala Klinik.
Yang khas, terasa gatal atau sakit di
liang telinga dan daun telinga menjadi merah, skuamous dan dapat meluas ke
dalam liang telinga sampai 2/3 bagian luar. Didapati adanya akumulasi debris
fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang
dari permukaan kulit.12
c. Pemeriksaan Laboratorium
a. Preparat
langsung : skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 %
akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemyukan
spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.12
b. Pembiakan
: Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar.
Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih.
Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat
ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada permukaannya.12
VIII. DIAGNOSA
BANDING
Otomikosis dapat didiagnosa banding
dengan otitis eksterna yang disebabkan oleh bakteri, kemudian dengan dermatitis
pada liang telinga yang sering memberikan gejala – gejala yang sama.12
IX. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar
liang telinga tetap kering , jangan lembab, dan disarankan untuk tidak
mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek api,
garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan.15
Pengobatan yang dapat diberikan seperti :
a. Larutan
asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya
dapat menyembuhkan.4,15
Tetes telinga siap beli seperti VoSol ( asam asetat
nonakueus 2 % ), Cresylate ( m-kresil asetat ) dan Otic Domeboro ( asam asetat
2 % ) bermanfaat bagi banyak kasus.16
b. Larutan
timol 2 % dalam spiritus dilutes ( alkohol 70 % ) atau meneteskan larutan
burrowi 5 % satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan
biasanya memberi hasil pengobatan yang memuaskan.8
c. Dapat
juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.8
d. Akhir-akhir
ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti preparat
yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang
diberikan secara sistemik.2,16
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
penggunaan anti jamur tidak secara komplit mengobati proses dari otomikosis
ini, oleh karena agen-agen diatas tidak menunjukkan keefektifan untuk mencegah
otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa,
selain memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari
kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan tidak melakukan
manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan dengan air agar tidak
menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika menderita otitis
media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah homeostasis lokal.
Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi
komplit dari penyakit ini.3
X. KOMPLIKASI
Komplikasi dari otomikosis yang pernah
dilaporkan adalah perforasi dari membran timpani dan otitis media serosa,
tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, dan cenderung sembuh dengan
pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran timpani mungkin berhubungan
dengan nekrosis avaskular dari membran timpani sebagai akibat dari trombosis
pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya perforasi membran yang dilaporkan
dari berbagai penelitian berkisar antara 12-16 % dari seluruh kasus otomikosis.
Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi terjadinya perforasi tersebut,
keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan konsekuensi inokulasi jamur
pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan ekstensi langsung infeksi
tersebut dari kulit sekitarnya.2
XI. PROGNOSIS
Umumnya baik bila diobati dengan
pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan
dimulai suatu proses resolusi ( penyembuhan ) yang baik secara imunologi.
Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang
menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal
dari kanalis auditorius eksternus masih terganggu. 1,12
XII. KESIMPULAN
1. Otomikosis
adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub akut, maupun
kronik yang terjadi pada liang telinga luar ( kanalis auditorius eksternus ).
2. Gejala
dari otomikosis dapat berupa nyeri pada telinga, keluarnya secret ( otorrhea ),
gatal, sampai berkurangnya pendengaran.
3. Faktor
predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang
tinggi karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang, dan penggunaan
kortikosteroid, dan anti mikroba pada infeksi sebelumnya.
4. Spesies
yang paling terbanyak menyebabkan infeksi ini adalah dari genus Aspergillum dan
Candida.
5. Pengobatan
dengan menjaga kebersihan telinga, mengurangi kelembaban dan faktor-faktor
predisposisinya, dan pemakaian anti fungal baik secara lokal maupun sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
K
Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, & Filiz Karaarslan. (2003).
Otomycosis in Turkey: Predisposing factors, aetiology and therapy. The Journal
of Laryngology and Otology, 117(1), 39-42. Retrieved July 6, 2009, from
ProQuest Medical Library. (Document ID: 280962791).
2.
Tang
Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006). Otomycosis : Clinical
features and treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head and
neck Surgery, 135,787-791.
3.
P
Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005).
Presumed diagnosis : Otomycosis. A study of 451 patients. Acta Otorinolaringol
Esp, 56, 181-186.
4.
Rusmarjono,
Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FK UI. 2001. h.
9-15.
5.
Figure
1, ear diagram, available from www.entusa.com
7.
Dixon,
Bernard. (1995). Treating swimmer's ear. British Medical Journal, 310(6976),
405. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library. (Document ID:
6308792).
9.
Ali
Zarei Mahmoudabadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases of Otomycosis.
Pakistan Journal of Medical Sciences, 22 (4 ),486-488
10.
Ashish
Kumar.(2005). Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Sciences, 7
(3)152-155.
11.
Rutt,
A., & Sataloff, R.. (2008). Aspergillus otomycosis in an immunocompromised
patient. Ear, Nose & Throat Journal, 87(11), 622-3. Retrieved July 6, 2009,
from ProQuest Medical Library. (Document ID: 1608819481).
12.
Trelia
Boel. (2003).Mikosis Superfisial.Retrieved from USU digital Library.
14.
Jack
L Pulec, & Christian Deguine. (2002). Otomycosis. Ear, Nose & Throat
Journal, 81(6), 370. Retrieved July 6, 2009, from ProQuest Medical Library.
(Document ID: 683078111).
15.
Arif
Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001). Otomikosis.Kapita
Selekta Kedokteran ,Jakarta: Media Aesculapius, 3 ( 1),75.
16.
George
L Adams, Lawrence R Boies, Peter A Higler.(1997).Otomikosis.Buku Ajar Penyakit
THT.Jakarta: PT.EGC,85.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar